Aksi Pertama Bebaskan Yusniar

Makassarnolkm.id

Koalisi Kopidemo (Koalisi Peduli Demokrasi), aliansi berisikan sejumlah perkumpulan dan ormas yang bersimpati terhadap kasus yang menimpa Yusniar, ibu rumah tangga, yang dijerat UU ITE Pasal 27 Ayat 3, memulai aksi pertama setelah para anggotanya mendirikan salat zuhur, 16 November lalu.

Aksi berlangsung di dua tempat, bagian depan dan belakang kantor Pengadilan Negeri Makassar, Jalan Kartini. Rincian aksi berupa pembagian selebaran. Bagian lain adanya penandatangan bersama untuk menunjukkan kekuatan solidaritas.

Isi selebaran tersebut berisi nama-nama organ yang tergabung Kopidemo (Koalisi Peduli Demokrasi). Organ tersebut yakni LBH Makassar, LBH Apik, KPJKB (Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi), Komunal, YASMIB, FMD-SGMK, Pembebasan, BEM FHAI UMI, Solidaritas Perempuan, Kohati Cabang Makassar Timur, LPMH-UH, PMII, YLBHM, Gema Demokrasi, HI Cabang Makassar, KPI Jeneponto, ICJR, Kontras Sulawesi, LBH Pers Makassar, Tanahindie, dan Kelas Literasi.

Selain nama-nama organisasi tadi, selebaran tersebut memberi tekanan berupa “Jangan Bungkam Suara Perempuan”. Sebagian besar isi selebaran merupakan isi dari petisi, untuk menegaskan kembali lima tuntutan utama: (1) Penangguhan penahanan Yusniar, (2) Bebaskan Yusniar dari segala tuntutan hukum, (3) Mendesak Kapolda Sulsel untuk mempercepat proses hukum Sudirman Sijaya, (4) Memberhentikan Sudirman Sijaya sebagai anggota DPRD Jeneponto dan anggota partai Gerindra, (5) Cabut Pasal 27 ayat 3 UU ITE, dan (6) Sudirman harus mengganti kerugian material dan inmaterial untuk Yusniar dan keluarganya.

Sebagian besar peserta aksi menutup mulut selotip hitam sebagai pertanda terbungkamnya kebebasan berekspresi dan adanya ancaman terbuka dari UU ITE kepada para netizen. Ancaman nyata itu telah menjerat seorang ibu rumah tangga karena dikriminalisasi oleh Sudirman Sijaya. Status yang hanya menekankan tentang seorang “anggota DPRD” dan “pengacara”, telah membuat Yusniar dipenjara. Padahal status di Facebook tersebut ‘no mention’ sama sekali tidak menyebut nama Sudirman Sijaya.

Jarak sepuluh meter lebih dari lokasi aksi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan tanggapan yang mengesampingkan eksepsi PH. Berbeda dengan logika di luar sidang yang memposisikan Yusniar sebagai korban dari dua peristiwa yakni pengrusakan dan penghancuran rumah orang tua, sekaligus UU ITE. Di ruang sidang justru Sudirman Sijaya yang disebut sebagai korban. Kedua jaksa wanita tersebut, bersikukuh bahwa meski status ‘no mention’, tapi yang dimaksudkan memang Sudirman Sijaya. Keduanya menggunakan BAP yang memuat pengakuan Yusniar bahwa memang anggota DPRD tersebut yang dimaksud dalam statusnya.

Terhadap tanggapan JPU, Majelis Hakim mempersilakan para Penasihat Hukum (PH) Yusniar memberikan tanggapan balik. Sebelumnya Majelis Hakim menyampaikan bahwa mereka akan bermusyawarah untuk membuat putusan sela. Ia juga meminta agar surat tanggapan yang dibacakan JPU diberikan kepada PH untuk mereka pelajari. Tanggapan balik yang diberikan PH tersebut berupa penyampaian penangguhan penahanan. Berbarengan kemudian, mereka menyerahkan surat jaminan dari PH dan Kopidemo. Kedua surat tersebut dalam format terpisah. Tak ada perubahan apapun pada sidang tersebut, kecuali penyampaian sidang berikutnya pada Rabu depan (23/11/2016)

Menurut Ibrahim Massidenreng SH, jaksa keliru melihat UU ITE, sehingga kedua jaksa penuntut umum menilai, meski no mention tapi di BAP Yusniar mengakui kalau status itu untuk Sudirman Sijaya. “Jaksa Penuntut Umum tidak berdasar pada konten sebagai perbuatan pidananya,” ujar pengacara LBH Apik ini.

Majelis Hakim menunjukkan empati ketika menanyakan tingkat pendidikan, pekerjaan, suami, dan kondisi rumah yang dirusak oleh Sudirman Sijaya dan seratusan premannya. Terhadap pengrusakan rumahnya, Yusniar berkata bahwa tak perlu seratusan orang, cukup tiga orang saja sudah bisa merubuhkan rumah orang tuanya. Rumah panggung tersebut sekaligus dijadikan tempat gadde-gadde (tempat berjualan). Setelah pengrusakan, bagian bawah rumah tak bisa digunakan lagi. Kini orang tua Yusniar hanya memanfaatkan rumah bagian atas saja.

Penggalangan dukungan untuk Yusniar juga dilakukan secara online. Pada hari yang sama, petisi di change.org sudah mencapai 5.218 pendukung per 17:00 Wita. Jumlah itu awalnya hanya ditargetkan 100, kemudian dinaikkan hingga target 7.500 penandatangan.

Beberapa jam saja setelah petisi diluncurkan, penandatangan sudah mencapai 50-an pendukung, Upaya pertama yang dilakukan dalam penyebaran tautan petisi melalui sepuluh lebih grup WA di Makassar, Jakarta, dan kota-kota lainnya, Jumat (11/11). Hal yang sama juga dilakukan melalui Facebook dan Twitter. Dua hari kemudian, kekuatan pendukung meningkat mencapai 737 orang pada pukul 17:24 Wita, Senin (14/11).

Kekuatan petisi ini diperkuat dengan tagar (tanda pagar) #SaveYusniar, #KasusYusniar, #Gara2UUITE, dan #DaruratDemokrasi. Dua tagar masih dirundingkan dengan adanya tambahan berupa #BebaskanYusniar dan #FreeYusniar.

Yusniar memastikan dirinya korban, tapi mengapa justru harus menjadi terdakwa. Dia menunjukkan kekuatan terlemahnya dengan melawan bersama derai air mata. Sejumlah anggota Kopidemo juga sembab dan mata basah mendengar kalimat perih Yusniar. Tangis Yusniar yang sekilas menunjukkan kelemahan diri, ternyata malah makin meyakinkan para anggota Kopidemo, bahwa sebenarnya itulah kekuatan terbaik dari ibu rumah tangga tersebut.